Melihat banyaknya kunjungan pada tulisan ini terutama sebagai hasil dari mesin pencari, Saya menghimbau kepada pembaca yang budiman agar tidak menggunakan alamat blog ini sebagai sitasi atau referensi. Sebaiknya tetaplah mengunjungi situs yang saya kutip isinya untuk tulisan ini. Hal ini demi menghormati sesama penulis.
Menjadi panitia inti suatu acara tentunya sangat diharapkan bagi yang memang menginginkan dan kurang diharapkan bagi yang tidak menginginkannya. Saya termasuk yang baru-baru ini, tepatnya hari Minggu tanggal 24 Mei 2009 yang lalu dalam sebuah seminar yang “sedang” (baca: tidak terlalu besar tetapi di luar aula/lingkungan kampus) menjadi panitia inti seminar tersebut. Memang dari awal pembentukan panitia, sayalah yang menawarkan diri menjadi bendahara seminar dan Alhamdulillah disetujui, karena setelah saya ingat-ingat memang seringnya saya hanya menjadi anggota “seksi” tertentu saja dalam setiap acara.
Sebagai bendahara yang baik, saya memang berusaha agar dapat menjaga kepercayaan panitia lain terutama seksi dana usaha untuk menyimpan uang dengan baik dan benar. Alhamdulillah tanpa dipaksa saya memang berusaha terus menjaga uang yang telah dititipkan kepada saya. Bila saya pergi walaupun sebentar, saya selalu menyimpan titipan itu rapat-rapat dan “kunci” nya selalu saya bawa. Memang seperti itulah sifat saya, “susah percaya dengan orang lain” walau dengan orang rumah sekalipun.
Malam sebelum hari H acara, setelah pemasukan dan pengeluaran uang telah cukup dibereskan, saya kembali menghitung uang yang ada pada saya di ruang bagian depan rumah saya. Secara tiba-tiba, niniacil dan suaminya datang bersama anak terkecil mereka. Dengan mendekat (saya langsung merapikan dan menyimpan uang) niacil berkata, “Ty, adalah suntikan bakas, kami handak minta ?” Saya diam sebentar, terus terang saya kaget mendengar pertanyaan yang menurut saya “aneh” itu. Dengan hati-hati saya menjawab, “Kededa, kan suntikan bekas tu harus dibuang lalu dihancurkan biar kada bahaya.” Kemudian niacil berkata lagi, “Ih.., bujur pang tapi kaluai ikam ada baisian, kami handak gasan manyudut banyu haja.” Saya diam. “Kaluai jua ikam ada nang hanyar nyaman kami umpat manukar”. Saya tetap diam sambil berpikir buat apa saya menimpan suntikan, kan nanti mungkin aja bisa disalahgunakan. Lalu saya menjawab, “Kededa jua.” Kemudian kai yang diam sedari tadi sambil memeriksa keadaan sekitar lalu berkata, “Ni napa ti, bakas apa ini ?” (sambil memegang spuit bekas tinta). Saya tetap diam sambil berpikir oh mungkin ini kai sudah sering liat kalau tinta printer itu pakai suntikan dan jujur saya cukup kesal jadinya karena ternyata suntikan bekas itu maksudnya bekas tinta (maklum sudah malam jadinya lola, hehe). Lalu kai bilang, “Ini boleh aja kalu diminta, kada tapakai jua kalu lagi, bakas tintah jua kalu?” Saya langsung refleks menjawab, “Iya” (simpel, bukan..). Huhhh, dan akhirnya mereka berpamitan juga… (jahatkah saya???).
Mengenai pemrosesan spuit bekas pakai, saya jadi ingat kalau kurang lebih tiga minggu sebelum malam kejadian itu saya telah mempelajarinya dalam skill lab di kampus. Caranya, setelah digunakan spuit segera diletakkan ke tempat khusus alat bekas pakai. Setelah itu, sedotlah larutan klorin 0,5% ke dalam spuit sampai penuh dan rendamlah spuit tersebut di dalam larutan klorin 0,5% itu selama 10 menit. Kemudian, buang kembali larutan klorin dalam spuit tersebut lalu pindahkan spuit itu ke baskom yang berisi larutan deterjen sambil melepaskan jarum dari semprit spuit. Lalu di dalam larutan deterjen itu pangkal jarum dan semprit dibersihkan dengan cara menyikatnya dengan sikat yang dikhususkan. Kemudian pindahkan spuit ke dalam air bilasan yang dalam hal ini berupa air bersih sambil melakukan spool sekurang-kurangnya 2 kali (menyedot dan mengeluarkan air bersih sedikitnya 2 kali). Kemudaian, pasang penutup jarum kembali, dan segera buang spuit ke tempat khusus pembuangannya untuk kemudian diproses lebih lanjut. Di bawah ini beberapa informasi lain yang saya dapatkan. Baca entri selengkapnya »